Sekilas Pajak Untuk UMKM
Meta Deskripsi
Pajak untuk UMKM adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas omzet bruto selama satu tahun, sebesar 0,5%. Pengenaan tarif tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Pajak Hak dan Kewajiban
Pajak menurut https://pajak.go.id/ adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, pajak adalah iuran wajib rakyat kepada negara yang ditetapkan oleh undang-undang, dengan tujuan dipergunakan untuk pembangunan. Sehingga tidak salah jika pendapatan negara paling utama adalah dari pajak.
Pajak tidak hanya menjadi kewajiban, namun juga hak warga negara untuk turut serta dalam pembangunan negara. Sehingga negara juga memfasilitasi siapapun warga negaranya yang hendak membayar pajak. Semakin sadar warga negara untuk membayar pajak dan merasa itu adalah haknya, maka pemerintah juga memiliki tanggung jawab besar untuk mengelolanya sebaik mungkin. Istilahnya warga negara punya hak dan kewajiban membayar pajak, sedangkan pemerintah memiliki kewajiban penuh untuk pengelolaan yang berintegritas dan terbuka.
Pajak dan Pertumbuhan Ekonomi
Tingginya pertumbuhan ekonomi suatu negara, tentu akan mengakibatkan inflasi yang terus meningkat, dan itu sama artinya dengan peningkatan penerimaan pajak. Demikian pula yang terjadi di Indonesia, penerimaan pajak dari periode ke periode terus mengalami peningkatan. Mengingat Indonesia adalah negara dengan kekuatan ekonomi peringkat ke-16 di dunia. Sehingga sudah pasti penerimaan pajaknya juga cukup tinggi. Dengan penerimaan pajak yang tinggi, maka pembangunan bisa berlangsung lebih baik, mendukung perekonomian makin maju.
Pajak dikenakan kepada banyak bidang, sebut saja ada pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPn), pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, pajak ekspor, pajak impor, pajak perdagangan internasional dan bea masuk dan cukai. Artinya hampir semua yang bersifat mendatangkan pendapatan, akan dikenakan pajak. Pajak pun ada yang khusus untuk daerah dan untuk pusat. Sehingga penerima dan pengelolanya tidak hanya pemerintah pusat, namun juga pemerintah daerah. Pajak-pajak yang telah disebutkan adalah jenis pajak pusat. Sedangkan pajak daerah contohnya: pajak parkir, pajak penerangan jalan, pajak hiburan, pajak hotel dan restoran.
Pajak untuk UMKM
UMKM sebagai pelaku usaha yang turut memutar perekonomian bangsa, juga terkena kewajiban untuk membayar pajak. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, apapun yang menghasilkan pendapatan maka akan dikenakan pajak. Apalagi kontribusi UMKM terhadap GDP cukup besar, hingga mencapai 60%. Sedangkan kontribusi unit usaha dan penyerapan tenaga kerja, masing-masing mencapai lebih dari 90%. Pertumbuhan UMKM juga cukup stabil dibandingkan dengan usaha besar. Hal tersebut menyiratkan UMKM dibutuhkan dalam rancang bangun perekonomian bangsa, bahkan merupakan pondasi yang paling kuat dan efisien. Tak mengikut sertakan UMKM dalam upaya pembangunan bangsa, lewat pembayaran pajak, sama saja melewatkan pondasi utama pajak.
Peran penting dalam pembayaran pajak oleh UMKM tersebut, diakomodir oleh pemerintah lewat Peraturan Pemerintah (PP). PP 46 Tahun 2013, menyebutkan besaran pemotongan pajak adalah 1% dari omzet bruto selama satu tahun. Peraturan tersebut kemudian direvisi dengan PP Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu, dengan besaran tarif yang lebih rendah yakni 0,5%.
Penurunan tarif tersebut, memiliki tujuan untuk mendorong iklim usaha agar lebih subur. Pengenaan pajak rendah, akan membuat pelaku UMKM tidak terbebani pembayaran pajak yang tinggi, sehingga makin banyak warga negara yang mau untuk mulai usaha mandiri atau berwirausaha. Sedangkan yang sudah masuk kategori UMKM, bisa lebih mudah naik kelas, sebab sisa pendapatan yang telah dipotong pajak bisa dipergunakan untuk aktivitas usaha. Tak hanya mendorong iklim usaha menjadi lebih subur, peraturan perpajakan terbaru, berupaya memudahkan wajib pajak UMKM untuk melakukan pembayaran pajaknya, seperti pemotongan pajak atas omzet bruto. Pembayaran juga bisa dilakukan lewat online atau datang langsung ke kantor pajak. Petugas pajak juga bisa pro aktif turun ke lapangan untuk melakukan pemotongan pajak. Intinya pemerintah akan memfasilitasi warga negaranya untuk mudah melakukan pembayaran pajak.
Pajak untuk UMKM Di Masa Pandemi Covid-19
Sejak bulan april 2020, Indonesia berhadapan dengan masalah pandemi covid-19. Pandemi ini terjadi sebab penularan virus yang cepat. Sehingga semua bidang yang membutuhkan orang berkumpul betul-betul dikurangi. Hal tersebut berpengaruh terhadap dunia usaha termasuk UMKM. Tentu saja yang dimaksud adalah terjadi penurunan pendapatan yang cukup drastis, sejak bulan april 2020. Apalagi setelah keputusan lockdown diambil, yang artinya sebagian besar kegiatan usaha dilakukan dari rumah. Bahkan belajar pun dari jarak jauh.
UMKM sudah pasti terdampak, apalagi yang mengandalkan orang-orang bekerja di luar rumah atau anak-anak sekolah. Maka pembebanan pajak pada UMKM menjadi hal yang memberatkan. Pemerintah pun akan memperlambat laju perekonomian dengan tetap bertahan untuk mengenakan pajak, meski hanya 0,5%. Maka keputusan yang diambil semenjak terjadi pandemi covid-19, adalah membebaskan UMKM dari pajak selama 6 bulan, terhitung april hingga september 2020. Dengan langkah tersebut harapannya, UMKM tetap bisa eksis dalam mendorong laju perekonomian bangsa. Tentu saja bekerja sama dengan perusahaan besar dan pemerintah.
Tidak hanya memperoleh pembebasan pajak, ada beberapa langkah yang ditempuh pemerintah untuk menstimulasi UMKM, diantaranya relaksasi kredit, penurunan tarif listrik, penyaluran bantuan langsung tunai (BLT), serta kartu prakerja. Relaksasi kredit pada UMKM, tidak berupa pemotongan pembayaran namun perpanjangan waktu pembayaran kredit. Sedangkan tiga stimulasi lain, diutamakan untuk UMKM yang masuk kategori miskin. Semua upaya tersebut dilakukan untuk membuat daya beli masyarakat tetap tinggi, sehingga perekonomian bisa terus berjalan. Produsen tetap menghasilkan barang, sebab ada konsumen yang membutuhkannya dan memiliki daya beli. Hal tersebut harus dilakukan oleh masyarakat sendiri. Karena tidak mungkin pemerintah menjalankan perekonomian secara mandiri, sebab fungsinya hanya sebagai pengatur (regulator).
Pajak untuk UMKM yang telah dibebaskan selama 6 bulan, nantinya diharapkan akan lancar kembali penerimaannya. Tentu saja setelah masa pandemi dinyatakan berakhir. Dengan pajak untuk UMKM, pembangunan negara akan berlangsung lancar. Sebab seperti yang telaj dijelaskan, pajak adalah pendapatan utama negara. Jika penerimaan pajak rendah, maka pembangunan juga akan terhambat. Kalaupun memaksakan diri untuk melakukan pembangunan, maka bisa jadi utang negara akan menjadi solusinya. Pajak untuk UMKM, diharapkan mampu menggenjot penerimaan pajak, yang nantinya juga akan kembali kepada pelaku UMKM lewat paket bantuan, kredit atau pelatihan. Dibandingkan lebih banyak mengutang, bukankah pajak akan menjadi penolong dalam pembangunan. Maka UMKM tidak perlu ragu untuk membayar pajak.